Lampung Selatan, Nenemonews – Ratusan masyarakat petani penggarap lahan Kota Baru mendatangi Mabes Polda Lampung untuk melaporkan penertiban lahan yang dilakukan oleh Pemprov Lampung pada Sabtu kemarin. Masyarakat yang mendatangi Polda tersebut berasal dari Desa Sindang Anom, Kabupaten Lampung Timur serta Desa Sinar Rejeki dan Purwotani, Kabupaten Lampung Selatan. (20/3/2024)
Maryono, Petani Penggarap asal Desa Purwotani mengatakan bahwa dirinya bersama petani lainnya merasa dirugikan oleh penertiban yang dilakukan Pemprov Lampung sehingga melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian. “Kami melaporkan kepada polisi aksi pengrusakan lahan lahan yang sudah ditanami singkong berusia 3 bulan oleh Satgas Provinsi” ujarnya.
Dirinya mengungkapkan sebelumnya telah dilakukan kesepakatan dengan pihak Pemprov Lampung bahwa akan dilakukan mediasi terlebih dahulu terkait permasalahan lahan garapan tersebut. “Itu ada kesepakatan kita akan duduk bareng bersama dirjen, BPKAD, DPRD, Inspektorat dan KPK untuk mencari solusi, nah itu tidak diindahkan, mereka main tumbur” ungkapnya.
Ia berharap dengan upaya laporan kepada kepolisian dapat memberikan keadilan terkait penertiban lahan sepihak oleh pihak Pemprov. Lampung, “Polisi sebagai pelindung masyarakat tolong agar ini ditegakkan karena ini sudah pengrusakan sepihak tanpa adanya kesepakatan” tegasnya.
Sementara itu, Direktur LBH Bandar Lampumg, Sumaindra Jawardi mengungkapkan bahwa laporan dari masyarakat telah diterima oleh Polda Lampung dalam Laporan Polisi bernomor : STTPL/B/120/III/2024/SPKT/POLDA LAMPUNG. ” laporan tersebut didasari pada tindakan yang dilakukan oleh Pemprov Lampung melalui BPKAD Provinsi yang menggusur lahan garapan petani seluas 2 hektare yang ditanami singkong menggunakan traktor bajak” katanya.
“Dugaan motif penggusuran tanam tumbuh lahan yang digarap Tini diduga karena Tini merupakan aktor yang paling aktif dan vokal dalam memperjuangkan konflik lahan bersama warga di Desa Sindang Anom,” tambah Sumaindra.
Sumaindra menjelaskan bahwa petani penggarap Kota Baru tidak semerta-merta menggarap di lahan tersebut. Mereka merupakan penggarap turun-temurun sejak tahun 1950-an, sejak tanah tersebut masih berstatus kawasan hutan register 40 Gedong Wani yang ditukar guling (ruilslag) oleh Pemerintah Provinsi Lampung era Gubernur Sjachroedin ZP yang dimohonkan melalui Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Lahan tersebut ditetapkan sebagai wilayah yang akan dibangun ibu kota baru dari Provinsi Lampung sejak tahun 2011 lalu. Akibat proyek tersebut mangkrak, lahannya disewakan Rp3 juta per hektar per tahun” terangnya.(N3)