Nenemonews – Setiap tanggal 8 Maret seluruh negara memperingati Hari Perempuan Internasional, sebagai
momentum untuk menggerakkan perubahan terhadap ketidakadilan yang diakibatkan oleh
sistem patriarkis. Situasi ketidakadilan dialami perempuan daroi masa ke masa dalam berbagai
konteks. Penindasan terhadap perempuan mereka hadapi di dalam keluarga, lingkungan hingga
negara. Penindasan yang dialami perempuan dapat terjadi dalam berbagai bentuk mulai dari
penindasan atas tubuh, pikiran, ruang gerak, hingga hasil kerja mereka. Perpotongan dan
lapisan identitas ras, etnis, kelas, orientasi seksual, telah menimbulkan kompleksitas persoalan
yang dihadapi perempuan hingga saat ini. Berbagai macam kebijakan yang tidak berpihak pada
perempuan menjadi bukti nyata penindasan pada perempuan terjadi secara sistematis.
Provinsi Lampung memiliki potensi besar pada Agraria, ketimpangan agrarian terus terjadi
melalui investasi perkebunan skala besar yang berdampak pada hilangnya kedaulatan pangan
dan sistem pertanian alami. Perampasan tanah telah mengakibatkan krisis pangan dan
ironisnya, persoalan krisis pangan ini dijawab oleh Pemerintah dengan membuka seluas-luasnya
importasi pangan. Dengan menganut sistem ketahanan pangan liberal yang berkiblat globalisasi
telah menyebabkan sistem pangan kita kian tergantung pangan impor. Usaha pangan yang
seharusnya menjadi sumber kesejahteraan petani justru menjadi sumber kemakmuran
korporasi pangan. Permpuan yang berada di tengah konflik agraria harus menghadapi ancaman
hilangnya sumber kehidupan yang selama ini ia kelola dan menjadi sumber dalam
penghidupannya.
Di sektor pesisir Lampung memiliki potensi kekayaan alam yang sangat besar, yang salah
satunya di sektor perikanan, dimana perempuan memiliki signifikan dalam pengelolaan
perikanan dan hasil laut, abik sebagai nelayan maupun produsen olahan ikan. Perempuan di
wilayah pesisir sangat bergantung pada sumber daya di laut. Meskipun begitu, perempuan
masih belum diakui sebagai nelayan seperti yang tercantum pada UU No. 7 Tahun 2016 tentang
Perlindungan dan pemberdayaan Nelayan, Pembudi daya Ikan dan Petambak Garam.
Perempuan nelayan hanya diakui kontribusinya pada rumah tangga nelayan. Kebijakan
pembangunan di wilayah Pesisir yang berorientasi pada proyek investasi memiliki ancaman dan
potensi peminggiran dan pemiskinan struktural yang dialami masyarakat pesisir khususnya
perempuan. Reklamasi di wilayah pesisir untuk memfasilitasi kepentingan ekonomi pariwisata,
industri pelabuhan, dan perhotelan di sepanjang wilayah Teluk Lampung sampai Padang
Cermin. Pembanguna pada sektor tersebut mendapat perizinan dari Pemerintah dengan
berbasis pada Perda RT/RW. Namun, dalam implementasi program kerap mengabaikan dampak
AMDAL dan Analisis Keadilan Gender serta tidak melibatkan partisipasi masyarakat, dan malah
meninggalkan masalah bagi perempuan dan masyarakat sekitar akibat dari pembangunan yang
eksploitatif dan tidak berkelanjutan.
Alih fungsi lahan, mekanisasi pertanian serta reklamasi di wilayah pesisir mengakibatkan
penghancuran ruang kelola sumber penghidupan perempuan, yang berdampak terhadap
peminggiran dan pemiskinan strukstural perempuan, sehingga perempuan harus bermigrasi
kerja sebagai pekerja rumah tangga maupun pekerja rumah tangga luar negeri (migran).
Lampung merupakan Provinsi terbesar kelima penempatan pekerja migran. Berdasarkan Data
Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Lampung Pada bulan Mei 2022
penempatan pekerja migran sebanyak 11.023, pekerja migran laki-laki 3.987 sekitar 36% dan
pekerja migran perempuan 7.036 atau 64% pada sektor formal dan informal dengan lima
negara penempatan tertinggi seperti Hongkong, Taiwan, Singapura, Korea Selatan dan Italia.
Data pengaduan kasus yang dirilis oleh BP2MI pada bulan mei 2022 provinsi Lampung masuk
keenam terbesar seindonesia terdapat 42 kasus dengan jenis kasus PMI ingin dipulangkan,
keberangkatan ilegal, gajih tidak dibayar, penipuan, dan tindak pidana perdagangan orang
(TPPO). Khususnya yang bekerja pada sektor domestik rumah tangga mayoritasnya adalah
perempuan. Akibatnya mereka rentan mengalami kasus-kasus seperti penyikasaan, kekerasan,
seksual, dan eksploitasi fisik serta emosional dan tindak pidana perdagangan orang (trafficking).
Perlindungan bagi perempuan pekerja rumah tangga, Rancangan Undang-Undang Perlindungan
Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sudah 18 tahun diperjuangkan namun hingga kini belum
disahkan. Kompeksitas kerentanan perempuan pekerja semakin berlipat dengan disahkannya
UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memuat berbagai ketentuan yang dapat
menimbulkan dampak negatif bagi perempuan. Sebagai contoh pada pasal dalam undangundang tersebut menghilangkan beberapa hak pekerja yang sebelumnya diatur dalam UU
Ketenagakerjaan yang lama, termasuk hak-hak perempuan.
Sebagai contoh, salah satunya
adalah hak perempuan untuk cuti melahirkan dan menyusui yang hanya diatur dalam peraturan
perusahaan. Selain itu Undang-Undang Cipta Kerja juga menhilangkan ketentuan mengenai
minimum wage yang berdampak pada kesejahteraan para pekerja, termasuk perempuan. Selain
itu Undang-Undang Cipta Kerja juga memiliki ketentuan yang dapat memperburuk kondisi
lingkungan hidup yang akhirnya berdampak juga pada perempuan. Ketentuan yang
mempermudah izin pembukaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan, perkebunan,
dan industri dapat meningkatkan resiko bencana alam dan pencemaran lingkungan yang
mengancam kesehatan dan kesejahteraan perempuan, khususnya yang tinggal di daerah
kawasan tersebut.
Kompleksitas kekerasan dan penindasan berlapis yang dialami perempuan akibat dari pola
pembangunan globalisasi yang tidak memiliki perspektif keadilan gender dan berkelanjutan,
situasi ini semakin diperparah oleh budya patriarki yang mengakibatkan ketimpangan relasi
kuasa di tengah sistem sosial masyarakat sehingga perempuan dimarginalisasi, subordinasi, dan
diskriminasi di berbagai sektor dan kehidupan sosial. Berbagai persoalan perempuan terjadi di
semua sektor yang berdampak terhadap lapisan kekerasan dan ketidakadilan yang dialami oleh
perempuan. Untuk keluar dari situasi tersebut diperlukan implementasi Pengarusutamaan
Gender (PUG) sebagai strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai
kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai aspek kehidupan.
Peringatan Hari Perempuan Internasional dapat menjadi momen penting untuk meningkatkan
kesadaran dan memperjuangkan hak-hak perempuan, serta mendorong tindakan nyata untuk
mencapai kesetaraan gender dan kesejahteraan perempuan. “Tema Bergerak dan Bersuara
Mewujudkan Demokrasi, Keadilan dan Kesejahteraan Perempuan,’’ sangat relevan dengan
situasi saat ini, dimana perempuan masih menghadapi berbagai hambatan dan diskriminasi
dalam berbagai aspek kehidupan.
Forum jaringan organisasi masyarakat sipil di provinsi Lampung diantaranya adalah Solidaritas
Perempuan Sebay lampung, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) lampung, Lada
Damar, Advokasi Perempuan Damar, Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung (LBH), Aliansi
Jurnalis Independent (AJI) Kota Bandar Lampung, Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia
(PPNI), Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Lampung, LMID, SMI,Gaylam Lampung mengajak
kawan-kawan dalam rangkaian kegiatan #Perempuan Menggugat yang akan dilakukan pada
tanggal 6-11 Maret 2023 diantaranya;
1. 6-7 Maret 2023 Kampanye Media Sosial dan Talkshow
2. 8 Maret 2023 Talkshow Panggung Perempuan dan Mimbar Rakyat
3. 11 Maret 2023 Aksi Tolak Perpu Cipta Kerja. (Tm)